Cinta Aura

Aura mendekap buku catatan Matematikanya. Ia sedang senang. Masalahnya buku itu, baru dikembalikan Ringga. Aura merasakan debar jantungnya sendiri. Seakan buku itu adalah magnet yang membuat debar didadanya tidak mau berhenti.

Gila mungkin, tapi Aura tidak bisa memungkiri hatinya. Siapa yang tidak akan terpikat oleh pesona Ringga. Cowok berbadan atletis itu ketua OSIS, jago basket, keren, dan baik. Pokoknya Ringga harus ditetapkan sebagai cowok paling diidamkan oleh cewek-cewek. Dan bukan rahasia lagi, kalau cewek-cewek di SMAnya tergila-gila sama Ringga. Bahkan ada yang sudah menetapkan Ringga sebagai calon suami ideal. Ada-ada saja.

Lihat saja aksi nekat Sinta, cewek paling genit disekolahnya itu. Pernah datang ke sekolah dengan baju yang bertuliskan “I Love You, Ringga”. Sontak semua heboh, para siswa cowok geleng-geleng kepala melihat adegan itu. Tapi, anehnya Ringga tidak memberikan respon apapun. Ia tetap bersikap biasa saja.

Atau aksi lebih nekat lagi, Sisil pemain basket cewek sekolah Aura, pernah berteriak-teriak “Ringga, Lo harus jadi cowok gw, gw mohon” di lapangan basket. Semua anak berlarian ke lapangan basket, mengira ada kecelakaan di sana, tapi ternyata cuma episode perjuangan cinta. Lagi-lagi, Ringga tidak memberikan tanggapan apa-pun.

Aura memang tidak memang tidak segila teman-temannya. Ia menikmati rasanya sendiri. Ia sudah merasa senang jika sudah bertemu Ringga. Menatap Ringga yang sedang presentasi tugas di depan kelas, atau tersenyum senang mendengar suara Ringga di mikrofon sekolah. ia tidak ingin bertindak aneh-aneh. Ia menikmati semua dalam diam.

“Makasih ya, Ra,”ia masih ingat susunan kata yang keluar dari bibir Ringga, ketika cowok itu mengembalikan buku itu.

Sungguh, suara Ringga mampu membuat sesuatu menari indah di dadanya, apalagi senyum menawan itu, mampu membuat paginya penuh warna.

Dibaliknya lembar demi lembar buku itu, mencoba meresapi dan membayangkan tangan Ringga melakukan hal serupa. Ia ingin menjejali jejak tangan itu dengan tangannya. Ia terseyum geli sendiri, membayangkan tingkah lakunya.

Tangannya terhenti pada lembar terakhir, ada sesuatu di sana. Sesuatu yang membuat jantungnya berhenti berdetak. Ada pesan singkat dari Ringga untuknya

“Terima kasih Aura.tulisannya cantik, sama seperti kamu”

Aura membacanya sekali lagi. Ia meraba hati dan ia merasakan sesak karena bahagia. Ringga memujinya, seorang Ringga gitu loh. Tak pernah dibayangkan Aura. Dan sekarang itu kenyataan. So sweet.

Mendapati kalimat itu, segera ia mencari sosok nan rupawan itu. Matanya berhenti menatap Ringga yang sedang bercengkrama dengan Dion, teman sebangkuhnya. Ia menatap lama sekali pada makhluk Tuhan paling sempurna itu. Sampai sebuah teguran membuatnya tersadar.

“Hai, Aura”Ringga menegurnya

“Ah, eh, hai juga”Aura salah tingkah. Tepatnya malu, tertangkap basah memandang Ringga.

Saking saltingnya, Aura buru-buru keluar kelas. Berlari ke toilet, menyembunyikan malunya. Padahal ia sudah berjanji tidak akan menunjukkan rasa sukanya pada Ringga. Ia tidak ingin Ringga akan mencapnya sama seperti teman-teman ceweknya yang ganjen-ganjen itu.

Ringga tersenyum geli melihat Aura salah tingkah. Cewek manis itu sungguh lucu. Ringga tak sampai hati melihatnya salah tingkah seperti itu. Jujur, ia suka Aura. Cewek cantik yang apa-adanya. Aura tak pernah meributkan penampilan. Ia cewek sederhana yang ramah. Dan Ringga juga tidak bodoh melihat kenyataan, banyak teman-temannya yang suka sama Aura. Namun, seperti dirinya, Aura tidak juga terlalu mempedulikannya, ia tetap berjalan dalam keramahan dan kesendiriannya.

Pada Aura ia menemukan pesona lain. Aura menyimpan rasa untuknya, sebagai cowok ia bisa meraba binar cinta itu, namun ia salut pada Aura. Cewek itu tak berusaha menunjukkan. Ia mencoba bersikap biasa saja. Tidak seperti cewek lainnya.

Ringga meraba hati, ada sesuatu di sana untuk Aura. Namun, ia tidak ingin mengurainya terlalu cepat. Ia ingin semua berjalan apa adanya, seperti aliran air, pelan namun pasti akan bermuara. Seperti cintanya yang akan berlabuh di hati Aura. Ia ingin menikmati proses itu. Ia yakin, cinta tidak akan pernah salah. Ia akan berlabuh pada orang yang tepat dan diwaktunya yang tepat.

Padang, Oktober 2008

* telah dimuat di harian singgalang padang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etalase cinta Muni dan Ibu

Just friend

kerinduan pada damai